Pantauan langsung pada Jumat (27/6) menunjukkan kondisi mengenaskan. Sampah berserakan, rumput liar menutupi area monumen, fasilitas umum seperti papan informasi dan lampu penerangan rusak tak terurus.
Taman yang seharusnya menjadi ruang edukatif dan reflektif malah menjelma lahan kumuh. Tidak tampak kehadiran negara. Tak ada upaya pemeliharaan, apalagi revitalisasi. Pemerintah, baik daerah, provinsi, maupun pusat, terkesan lepas tangan terhadap situs sejarah yang seharusnya dijaga dan dirawat. Kondisi ini memicu kegeraman warga dan aktivis lokal.
“Monumen ini bukan sekadar tugu, tapi simbol keberanian pemuda yang memaksa kemerdekaan dipercepat. Ketika negara abai, itu bukan hanya soal infrastruktur rusak, itu pengkhianatan terhadap sejarah,” tegas Anggadita, Ketua Forum Karawang Utara Bergerak (FKUB).
FKUB mendesak pemerintah segera bertindak. “Kami menuntut penertiban dan perawatan total kawasan Tugu Kebulatan Tekad. Ini bukan sekadar permintaan warga, ini tuntutan sejarah dan martabat bangsa,” lanjut Anggadita.
Monumen Rengasdengklok berdiri bukan sekadar untuk dikenang, tetapi untuk dipelajari dan dihormati. Ironis, kini ia menjadi potret tragis: tempat kelahiran tekad kemerdekaan, namun dibiarkan mati perlahan oleh lupa kolektif dan kelalaian birokrasi.